Komunikasi efektif merupakan isu penting dalam suatu organisasi. Banyak organisasi mempertimbangkan aspek komunikasi – baik lisan maupun tulisan – dalam merekrut karyawan baru mereka. Inti komunikasi adalah berbagi ide dan informasi melalui berbagai macam cara. Tentunya, sebelum kita berbagi ide, maka kita (sender) harus memahami informasi yang akan kita berikan (message), bagaimana membungkus informasi tersebut (encoding) agar dapat ditangkap oleh penerima informasi (decoding) melalui berbagai cara, mulai dari tatap muka, pesan singkat hingga melalui telepon (channel). Komunikasi kita akan efektif jika penerima (sender) memahami dan dapat memberikan respon (feedback) atas informasi yang diterimanya.
Terkadang, miskomunikasi sering terjadi karena kegagalan sender dalam memahami informasi yang diberikan atau tidak mampu membungkus dan menggunakan metode yang tepat dalam menyampaikan pesan. Misalnya, seorang manajer information technology (IT) kesulitan meyakinkan manajer keuangan atas manfaat yang akan diterima perusahaan jika menerapkan teknologi A yang nilai investasinya mencapai Miliaran rupiah.
Manajer IT : “Teknologi ini akan dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. Proses bisnis akan menjadi cepat dengan kualitas yang lebih baik. MTTR akan lebih cepat sehingga mampu meningkatkan SLA dan dampaknya akan lebih efisien.”
Manajer keuangan : “Returnnya berapa ?”
Manajer IT : “Ya, tentunya pada awalnya kita akan merasakan intangibel benefit, karena tidak mungkin benefitnya akan didapat secara instan. Tapi kedepan ini akan menjadi competitive weapon bagi perusahaan”.
Manajer keuangan : “Iya, returnnya berapa ? efisiensinya berapa besar ? Return on asset akan meningkat seberapa signifikan ? Dan apa dampaknya bagi earning per share ?”
Manajer IT & Manajer Keuangan : (sama-sama terdiam)
Percakapan diatas bukan tidak mungkin terjadi pada beberapa organisasi. Jika dilihat pada percakapan tersebut, masing-masing berupaya menggunakan bahasa yang mungkin hanya golongannya dan tuhan yang tahu. Manajer IT tidak memahami apa yang dimaksud oleh manajer keuangan, begitu juga sebaliknya. Ini adalah suatu contoh komunikasi yang tidak efektif, dimana pesan yang ingin disampaikan masing-masing tidak tersampaikan dengan baik.
Manajer IT sebagai sender harusnya mampu menggunakan istilah yang lebih familiar bagi manajer keuangan. Bisa saja ia mengatakan bahwa manfaat yang akan dirasakan dengan diterapkannya teknologi ini adalah terjadinya penurunan biaya operasional, misalnya, dari biaya koordinasi dan penggunaan kertas. Selain itu, proses bisnis yang dilakukan lebih cepat akan berdampak kepada waktu untuk menghasilkan produk menjadi lebih cepat, sehingga perusahaan akan lebih cepat mendapatkan cash dibanding tahun sebelumnya. Mungkin jika itu dilakukan, diskusi tersebut tidak akan buntu dan masing-masing akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan gaya komunikasi antara tatap muka dengan tertulis, dimana melalui tatap muka sender harus membungkus informasi yang akan diberikan sesingkat dan sejelas mungkin – berbeda ketika komunikasi dilakukan tertulis dimana semua definisi dan istilah dapat dijelaskan secara gamblang – sehingga salah satu cara terbaik adalah menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dipahami oleh penerima informasi.
Jadi, tantangan dalam berkomunikasi bukanlah menunjukkan bahwa sender lebih pintar dari receiver, melainkan bagaimana kemampuan sender dalam menyampaikan informasi yang ingin disampaikannya, sehingga receiver dapat memahami dan memberikan feedback atas informasi yang diberikan. Dalam soft skill, hal ini biasanya dapat dipelajari melalui workshop atau seminar tentang efffective communication skills atau kemampuan berkomunikasi secara efektif.
Filed under: Tulisan Ringan | Leave a comment »